Dugaan Pelanggaran Ketenagakerjaan di PT. Supreme: Janji Manis yang Berujung Pahit
PT. Supreme Diduga Abaikan Hak Pekerja: Upah Tak Layak dan Tanpa BPJS
Terkuak! Praktik Kerja Tanpa Kepastian di PT. Supreme Langgar UU Ketenagakerjaan
Pekerja Tersandera Janji: Investigasi Dugaan Eksploitasi Tenaga Kerja di PT. Supreme
PT. Supreme dan Bayang-bayang Pelanggaran Hak Pekerja di Sumatera BaratPADANG | Jumat, 17 Oktober 2025 — Di balik gemerlap nama besar industri di Sumatera Barat, terungkap kisah getir para pekerja yang diduga menjadi korban praktik ketenagakerjaan tidak manusiawi di PT. Supreme, sebuah perusahaan yang disebut beroperasi di bidang manufaktur dan logistik.
Temuan lapangan dan pengakuan sejumlah pekerja menunjukkan adanya indikasi kuat pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Janji Manis di Awal, Realita Pahit di Lapangan
Sejumlah tenaga kerja yang direkrut melalui perantara internal mengaku dijanjikan upah layak dan jaminan BPJS Kesehatan serta Ketenagakerjaan. Namun setelah bekerja beberapa bulan, janji tersebut tidak kunjung ditepati.
Seorang pekerja yang meminta identitasnya dirahasiakan mengungkapkan, “Awalnya dijanjikan gaji sesuai UMK Padang dan BPJS aktif setelah dua minggu. Tapi sampai tiga bulan, kami belum juga didaftarkan, gaji pun sering dipotong tanpa alasan jelas.”
Tak hanya itu, sebagian besar tenaga kerja mengaku tidak memiliki surat perjanjian kerja (SPK) tertulis, sehingga posisi mereka sangat lemah ketika terjadi pemotongan upah atau pemutusan hubungan kerja sepihak.
“Kalau kami protes, langsung diancam dikeluarkan. Jadi terpaksa diam saja,” ujar seorang pekerja harian di bagian logistik.
Dugaan Pelanggaran Regulasi
Temuan tersebut jelas berpotensi melanggar beberapa pasal penting, antara lain:
- Pasal 54 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, yang mewajibkan perjanjian kerja dibuat secara tertulis dan memuat hak serta kewajiban kedua pihak.
- Pasal 88 Ayat (1) yang menegaskan setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan layak bagi kemanusiaan.
- Pasal 99 Ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pekerja dan keluarganya berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.
- UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, yang mewajibkan setiap pemberi kerja untuk mendaftarkan seluruh pekerjanya ke dalam program jaminan sosial.
Berdasarkan regulasi tersebut, pihak perusahaan yang melanggar dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana, sebagaimana diatur dalam:
- Pasal 185 Ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003, dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp400 juta.
- Pasal 55 UU No. 24 Tahun 2011, yang menetapkan denda administratif bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan karyawannya pada program BPJS.
Respons Dingin dari Manajemen
Upaya konfirmasi kepada pihak PT. Supreme hingga berita ini diterbitkan belum membuahkan hasil. Salah satu pejabat administrasi yang dihubungi melalui pesan singkat hanya menjawab singkat, “Akan kami pelajari dulu, nanti manajemen yang memberi keterangan.”
Namun hingga tiga hari setelahnya, tidak ada tanggapan resmi yang diberikan pihak perusahaan.
Pengawasan Pemerintah Dipertanyakan
Fenomena seperti ini menimbulkan pertanyaan besar terhadap peran dan ketegasan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Barat. Beberapa aktivis buruh mendesak agar instansi tersebut segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan audit kepatuhan terhadap perusahaan yang diduga melanggar hak pekerja.
“Negara tidak boleh membiarkan praktik kerja tanpa perlindungan. Ini bukan sekadar soal gaji, tapi soal martabat manusia,” tegas seorang pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Andalas.
Harapan Pekerja: Keadilan dan Kepastian
Para pekerja berharap pemerintah segera turun tangan untuk menegakkan keadilan dan menindak tegas perusahaan yang abai terhadap regulasi. Mereka juga meminta agar seluruh hak ketenagakerjaan, termasuk BPJS dan upah layak, segera dipenuhi.
“Kami tidak menuntut lebih, hanya ingin bekerja dengan tenang dan mendapatkan hak yang dijanjikan,” kata salah satu pekerja dengan nada lirih.
Catatan Redaksi:
Tulisan ini merupakan hasil liputan dan penelusuran berdasarkan keterangan sejumlah pekerja serta telaah terhadap regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Pihak PT. Supreme telah dihubungi untuk dimintai tanggapan, namun hingga berita ini diturunkan belum memberikan klarifikasi resmi. Redaksi membuka ruang hak jawab dan koreksi apabila ada pihak yang ingin memberikan keterangan tambahan sesuai amanat UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
TIM