Pekanbaru, 6 Oktober 2025 | Kuasa hukum Sdri. AI, Afriadi Andika, S.H., M.H., secara resmi mengirimkan surat permohonan perlindungan hukum kepada Presiden Republik Indonesia, Kapolri, Kejaksaan Agung, Komisi III DPR RI, Kapolda Riau, dan Kejati Riau. Permohonan ini terkait dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru dalam penerbitan sertifikat hak milik ganda, yang dinilai merugikan kliennya dan sejumlah warga.
Menurut Afriadi Andika, kliennya merupakan pemilik sah tanah dan bangunan seluas 300 m² di Jalan Pias Gg. Pias III No. 004, RW 008, Kelurahan Tangkerang Barat, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, yang diperoleh melalui proses penggantian rugi tanah milik almarhum Y.P. sebesar Rp 2.000.000 pada tahun 1999. Sejak saat itu, tidak pernah ada sengketa atau permasalahan hukum terkait kepemilikan tanah tersebut.
Permasalahan Sertifikat Ganda
Permasalahan muncul ketika pada 24 Juli 2025, kliennya mengajukan permohonan Sporadik untuk peningkatan status kepemilikan ke sertifikat. Namun, Kasi Pemerintahan Tangkerang Barat menyatakan bahwa di atas objek tanah milik klien sudah terdapat Sertifikat Hak Milik atas nama MAK dengan NIB: 04737, seluas 12.535 m².
Sertifikat tersebut awalnya diterbitkan oleh Kantor Agraria Kabupaten Kampar pada 12 Januari 1982 dan kemudian berpindah wilayah menjadi Kota Pekanbaru pada 28 Agustus 2008. Berdasarkan data aplikasi Sentuh Tanahku, peta bidang sertifikat MAK tidak sesuai dengan lokasi tanah milik klien AI, yang menimbulkan dugaan “error in objecto” atau kesalahan objek dalam administrasi pertanahan.
Dugaan Maladministrasi dan Pelanggaran Hukum
Afriadi Andika menilai, penerbitan sertifikat dan peta bidang oleh Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru bertentangan dengan beberapa regulasi, di antaranya:
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan, yang menegaskan bahwa pengukuran ulang dan penataan batas harus dilakukan sesuai data fisik dan yuridis yang benar.
- Peraturan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2008 dan PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 angka 6 dan 7 tentang pendaftaran tanah, yang mengatur prosedur pemindahan wilayah dan pengukuran bidang tanah.
- UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), khususnya Pasal 17 ayat (1), yang menegaskan bahwa setiap bidang tanah yang akan dipetakan harus ditetapkan letaknya, batas-batasnya, dan ditempatkan tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah.
Andika menegaskan bahwa proses pengukuran ulang yang dilakukan tidak melibatkan masyarakat dan pemilik sah tanah, sehingga berpotensi melanggar prinsip rechtverwerking atau penguasaan tanah dengan itikad baik yang diakui yurisprudensi Mahkamah Agung:
- MA RI Nomor 295K/Sip/1973: Penguasa tanah selama 20 tahun dapat dianggap memperoleh hak milik.
- MA RI Nomor 329/K/Sip/1957: Penguasa tanah selama 18 tahun dianggap melepaskan hak sebelumnya.
- MA RI Nomor 1794/K/Pdt/1989: Penguasaan tanah dengan itikad baik dan diketahui masyarakat dapat menjadi dasar pengajuan hak.
Tanggapan dan Harapan
Sebelumnya, Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru merespons melalui surat Nomor HP.02.02/4134-14.71/IX/2025 tanggal 26 September 2025, yang menyatakan permohonan pengukuran ulang dimohonkan oleh pihak MAK. Namun, Andika menilai jawaban tersebut tidak sesuai dengan aturan dan prinsip hukum administrasi negara karena tindakan tersebut dianggap non-retroaktif.
“Klien kami merasa sangat dirugikan. Penguasaan tanahnya sejak 1999 diabaikan, sementara sertifikat ganda diterbitkan secara administratif. Ini adalah dugaan maladministrasi yang harus ditindak tegas agar tidak menimbulkan preseden negatif,” tegas Andika.
Andika menambahkan, pihaknya telah mengajukan permohonan hearing kepada Ketua DPRD Kota Pekanbaru pada 15 September 2025, namun hingga kini belum ada kepastian hukum. Ia menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan kasus ini sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan meminta perhatian khusus dari pemerintah pusat dan aparat penegak hukum.
“Kasus ini tidak hanya tentang hak klien kami, tetapi juga tentang kepastian hukum bagi masyarakat. Kami berharap proses hukum berjalan transparan dan memberikan efek jera bagi pihak yang melakukan maladministrasi,” pungkas Andika.
TIM